Kini Takdir Membawaku...

By Riffat Akhsan - September 08, 2013

someone ask me "when your future is blank, you just only be flexible"

satu tahun saya menunggu untuk mengikuti ujian saringan masuk kampus yang mencetak saya untuk menjadi seorang dokter, tapi sepertinya pintu itu ga pernah terbuka untuk saya.

saya coba kesana kemari. mengetuk pintu demi pintu ujian masuk tapi hasilnya nihil. at last minute, abah saya bilang "sekarang kamu putuskan kamu mau kuliah dimana, kamu sudah dewasa. jangan main main dengan keputusan kamu. kita udah usaha demi mewujudkan cita-cita kamu untuk jadi dokter"

disana saya tersadar, i must be flexible. sampai kapan saya harus menunggu untuk mengetuk pintu yang sudah berkali kali menolak saya?

saya pun mulai membanding bandingkan kira kira jurusan apa yang akan saya ambil. tetap di pendidikan dokter, atau jurusan lain. saya melihat dari aspek waktu, persaingan kerja, penghasilan rata rata, dan tingkat kesulitan mata kuliah.

ketika saya mulai dalam proses untuk berubah haluan, mama saya masuk dan bilang "kak, kamu ditolak bukan berarti kamu bodoh. sebagai seorang magister pendidikan, mama tahu betul kak tentang pendidikan indonesia, pendidikan di negara kita tidak sebersih yang terlihat. karena pada dasarnya para civitas akademika masih belum 100% sejahtera, dari celah itu banyak pihak pihak yang memiliki kemampuan finansial memanfaatkan itu untuk mempengaruhi kualitas pendidikan kita. i'm sure you know what i mean, so much"

ga lama kemudian abah saya bilang "kak, pada dasarnya ilmu di semua perguruan tinggi, baik negeri atau swasta itu sama. yang membedakan hanya gengsi. rezeki itu sama sekali ga ada hubungan nya dengan dimana kamu berkuliah. setiap manusia sudah ditulis takdirnya, baik itu jodoh, lahir, wafat dan rezeki. bahkan sebelum dia melihat dunia"

setelah merenung lumayan mana dengan pertanyaan "jadi aku kuliah di jurusan apa ?" saya dapat beberapa option,

saya mau kuliah manajemen. tapi saya ga yakin saya bisa akutansi karena saya dari IPA. pengalaman teman teman saya yang masuk manajemen dari IPA banyak dari mereka yang IPK nya jatuh karena nilai akutansi jelek. option itu saya coret.

kemudian saya mau ambil desain interior. tapi perguruan tinggi di Surabaya yang membuka jurusan itu udah tutup semua. saya coret lagi option itu.

saya mau ambil desain komunikasi visual, tapi saya sadar saya kurang kreatif. saya coret option itu.

saya disuruh abah ambil arsitektur  soalnya perusahaan kami kekurangan tenaga arsitektur, (kebetulan ayah saya adalah seorang consultant bangunan dan ibu saya dosen). tapi saya sadar kalo saya adalah seseorang yang kurang telaten dengan detail rumit seperti bikin maket dan saya ga bisa gambar, akhirnya saya kemukakan alasan itu kepada orang tua saya sekaligus saya coret option itu.

akhirnya saya sadar, abah dan saudara kembar saya kuliah teknik sipil. kenapa saya enggak ? lagi pula saya punya planning untuk tinggal dan menua di Bontang (kalo memang tuhan dan suami saya mengizinkan). tempat orang tua saya. otomatis saya hanya kerja di lantai 2 rumah saya aja kan ? (kebetulan lantai 2 rumah saya difungsikan sebagai kantor konsultan milik abah saya) jadi saya ga bingung deh mau mengaplikasikan ilmu saya kemana. (walaupun saya ingin mencari pengalaman seluas luasnya sebelum kembali ke bontang)

akhirnya saya memutuskan untuk ambil jurusan TEKNIK SIPIL

ketika memilih kampus, pilihan saya jatuh ke Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. simpel sih alasannya, saya gamau satu kampus sama Rusma (saudara kembar saya) di ITS dan kampus yang dekat dengan kost kami serta memiliki kredibilitas nasional adalah ITATS.

kemudian saya siap siap bawa berkas ke ITATS buat daftar test (sebetulnya saat itu saya berharap banget udah ga ada test soalnya saya udah super males ikut test lagi dan gagal). waktu ke pendaftaran saya kasih berkas berkas saya dan petugas pendaftaran bilang "nilai ijazah mbak diatas standard yang kami tetapkan jadi mbak bisa langsung kami terima, jadi mbak mau ambil jurusan apa?"

rasanya waktu itu saya kayak diguyur es dan dalam hati bilang "akhirnya saya dapat tempat kuliah" langsung saya bilang dengan yakin "teknik sipil bu" ibu petugas pendaftaran bilang "mau daftar ulang kapan?" saya langsung minta info pembayaran maba dan telfon abah. alhamdulillah besoknya saya langsung bayar lunas semua pembayaran dan daftar ulang seperti para mahasiswa baru lainnya.

kuliah di swasta sebenernya sama aja kayak kuliah negeri. bedanya di swasta ga ada pengkaderan, ga ada arogansi jurusan, dan ga ada jurang lebar anatara senior dan junior. dan alhamdulillah bagi mahasiswa tukang sakit a.k.a anaknya rumah sakit yang setiap tahun opname seperti saya kuliah di ITATS cenderung lebih flexible. misal kalo maag saya lagi kambuh pagi jadi saya ga bisa ikut kuliah pagi, saya bisa mengganti di kuliah malam tanpa harus mengulang di semester depan seperti kebanyakan kampus.

saya sadar bahwa kata kata seseorang itu "sangat benar adanya" ketika saya berusaha untuk mengetuk pintu pendidikan dokter dan ternyata tertutup, pintu teknik sipil terbuka lebar dan dengan sangat mudah dan welcome menyambut saya masuk.

dari pengalaman ini saya bisa katakan kepada kalian bahwa "you don't know where destiny bring you, you just say thanks to God for the best destiny for your life"

saya gatau apakah di pendidikan dokter atau di kampus lain saya bisa sebahagia sekarang.

so, jalani setiap takdir yang telah tuhan atur untuk kamu, dan kamu akan tersenyum bahagia atas itu.


Surabaya, 8 september 2013
Love,



Riffat Akhsan








  • Share:

You Might Also Like

0 comments

pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)