kami bertemu di pembukaan World Book Day yang bertempat di perpustakaan Bank Indonesia. saya tidak sempat berfoto bersama dan meminta kontaknya. kita hanya berdiskusi kurang lebih tiga puluh menit kemudian kami berpisah dan bertemu lagi ketika dia sudah mencegat taksinya dan pulang.
Matsui, yang selanjutnya saya sebut Matsui-San dalam tulisan ini. adalah seorang laki laki berumur pertengahan 40 an dan warga negara Jepang. ia berprofesi sebagai mediator bisnis antara Indonesia dengan Jepang, ketika saya tanya apa dia perwakilan dari konsulat jenderal, ia bilang bukan. ia dari swasta.
Matsui-San lebih suka menyebut dirinya "penggemar buku, pecinta Indonesia", tidak heran kalau kami bertemu di pembukaan World Book Day.
Matsui-San berada di Surabaya baru sekitar 1 tahun, sebelumnya ia menetap di Jakarta dan Makassar. ia bercerita bahwa ia sudah tinggal di Indonesia selama kurang lebih 15 tahun, karena dia begitu cinta dengan negara Ini, dengan segala keragaman budayanya.
saya bukan orang yang sebegitu tergila-gilanya dengan Jepang. tapi pasangan saya (My King of Hikikomori, begitu saya sering menyebutnya) dan Rusma, saudara kembar saya begitu tergila-gila dengan Jepang. mereka (pasangan saya dan saudara kembar saya) sama sama penggila anime yang memiliki mimpi untuk bisa menuntut ilmu di negeri matahari terbit tersebut. singkatnya, setidak pedulinya saya dengan Jepang, saya tetap dikelilingi oleh orang-orang yang terobsesi dengan Jepang.
dengan Matsui - San saya berdiskusi tentang 2 hal, Anime dan fenomena Harakiri.
saya bertanya kenapa imaginasi para pengarang Anime begitu extraordinary. dan Matsui-San bercerita bahwa memang Anime di Jepang berkembang dengan begitu pesat, bukan karena mereka Orang Jepang, tapi dari kemauan mereka untuk menggali hal baru untuk meningkatkan daya khayal mereka. "itulah kenapa Rifa-San, Anime yang diminati biasanya bukan karena karakternya, tapi karena pengembangan cerita. karena bagi orang Jepang, anime adalah media penyampaian pesan. bukan untuk komersil sebenarnya. tapi karena trend Anime itu meningkat jadilah kini anime menjadi komersil" jelas Matsui-San
ada yang menarik yang Matsui-San sampaikan ke saya yang membuat saya tercenung, Matsui-San bercerita bahwa tidak semua sesuatu yang bagus dan bermutu tinggi itu laku untuk dijual, "perusahaan elektronik Jepang seringkali menjual barang bagus dengan mutu tinggi tapi ternyata tidak laku di pasar, Rifa-San tau kenapa ? karena harga dan selera tidak sesuai dengan maunya pasar"
ini ada benarnya, ketika kita berbicara soal komersial, memang seringkali kita harus mengabaikan idealisme untuk memenangkan persaingan pasar.
kemudian kami membahas soal fenomena Harakiri, Matsui-San menjawab "sekarang fenomena Harakiri sudah jarang terjadi" ketika saya tanya apa sih yang mendasari seseorang untuk melakukan harakiri dan Matsui-San menjawab "karena merasa diri ini tidak berguna padahal kita memiliki tanggung jawab kepada sang pencipta untuk menjadi seseorang yang berguna"
saya tercenung, sebegitu besarnya arti sebuah tanggung jawab bagi Orang Jepang. tidak heran kenapa Jepang menjadi salah satu bangsa yang begitu dihormati di dunia.
di akhir diskusi kami Matsui-San memberikan pesan kepada saya
"Rifa-San, jangan pernah mengeneralisasi satu hal kalau kamu baru berpikir satu kali"
saya terhenyak, dia benar.... saya (dan mungkin pembaca juga) sering sekali memberikan penilaian atau kesimpulan dari suatu hal hanya setelah kita memikirkannya sekali, kita jarang mau memikirkan ulang apa yang sudah kita simpulkan atau memikirkan ulang justifikasi kita akan suatu hal.
Matsui-San, warga negara Jepang yang dikirimkan Tuhan kepada saya untuk membangkitkan kepercayaan diri saya bahwa saya harus bangga menjadi Bangsa Indonesia.
Surabaya, 12 April 2014
Rifa Akhsan
0 comments
pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)