Belanja Buku, Salahkah ?



suatu pagi, saya dan Rusma bersiap - siap untuk berangkat ke toko buku langganan untuk belanja buku. sudah menjadi kebiasaan kami untuk menyambangi toko buku pada minggu pertama setiap bulan.



setiap ke toko buku, kami menghabiskan waktu empat sampai enam jam untuk memilih milih majalah fashion, majalah traveling, majalah konstruksi, dan majalah politik. kemudian melihat rak best seller, dan mencari buku yang sudah menjadi wish list kami, terakhir kami mencari buku buku dengan kategori "unpredicted", unpredicted di sini berarti adalah buku yang kita ambil, baca sinopsisnya, setelah dirasa bagus lalu kami  masukkan buku tersebut kedalam keranjang belanja. setelah selesai lalu berjalanlah kami ke kasir kemudian membayar semua belanjaan buku kami.

suatu kali, ada seseorang yang bertanya pada kami "kenapa sih belanja buat buku aja sampe jutaan ? yang dibeli juga kebanyakan novel sama majalah, mending uangnya ditabung"

saya terhenyak, tersinggung dengan perkataannya. wajah Rusma memerah, tanda dia sedang menahan marah.

semua orang memiliki prioritas sendiri sendiri tentang tujuan keuangan, termasuk mau diapakan uang yang mereka miliki.

bukan saya bilang menabung itu tidak penting, tapi saya (juga Rusma) berpikir bahwa belanja buku adalah bentuk investasi.

kok bisa ?

alasan saya tidak pernah berhenti membeli dan membaca buku adalah karena bacaan (buku dan majalah khususnya) adalah mereka membawa kami pada hal hal yang kami tidak tahu kalau itu ada.

dari majalah konstruksi misalnya, saya jadi tau bahwa kandungan limestone dalam pembangunan Tol JORR merupakan kajian mendalam di bidang teknik sipil (jurusan saya), limestone bisa dicampurkan dalam sub grade jalan raya karena kondisi lapangan yang terus menerus hujan.

majalah fashion membantu saya dalam memilih tas dan sepatu yang merupakan kodrat seorang perempuan.

majalah politik memberikan sisi lain dalam pemikiran saya, bahwa semanis-manisnya pencitraan, masih ada mereka mereka yang tulus memperjuangkan kepentingan rakyat.

yang paling membuka mata saya adalah majalah majalah traveling, majalah tersebut membantu saya menyusun mimpi saya yang ingin keliling Indonesia dan dunia secara lebih rinci.

begitupun dengan novel.

ada novel yang membuat saya benar benar paham tentang dunia perbankan, ada pula yang membuka mata saya apa dan bagaimana pekerjaan seorang Game Master. ada pula yang bercerita tentang kehidupan seorang Personal Assisstant artis papan atas, pekerjaan seorang akuntan publik, dan masih banyak lagi.

novel novel fiksi membawa saya mengetahui sesuatu tanpa harus mengalami.

kan ada internet, kenapa nggak buka google aja, gratis.

saya bukan seseorang yang tahan membaca e-book. mata saya langsung perih dalam sepuluh menit pertama. internet memang menyediakan berbagai informasi secara mudah dan murah, namun karena terlalu mudah, banyak sekali informasi yang saya dapatkan. dan itu tidak terfilter. sehingga buku dan  majalah kembali menjadi pilihan saya karena spesifiknya kategori dan kesesuaian dengan kemauan saya.

semudah mudahnya internet, secanggih apapun internet, menurut saya masih tidak bisa menggantikan sensasi membuka plastik buku baru dan mencium harum kertas buku dalam genggaman.

belanja buku bacaan adalah investasi, tentang bagaimana membuka pandangan dan pola pikir.





Surabaya, 10 Desember 2014





Rifa Akhsan

You Might Also Like

4 comments

  1. pantesan saja, kalau melihat tulisan adik Faizah bermakna semua, ada mutu yang tinggi. benar, saya akui dengan apa adanya. diam-diam saya jadi penasaran, ternyata sekarang sudah terjawab. penulis yang baik, ya juga pembaca yang baik. seperti Faizah ini..

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaah terima kasih untuk apresiasinya :)) doakan saya terus bisa menghasilkan tulisan yang baik ya :DD

      Delete

pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)