Dari Dua Orang Tuna Grahita, Saya Belajar Arti Legawa

By Riffat Akhsan - October 05, 2015

Saya-Mas Ping An- Mas Adi- Bos Y
beberapa hari ini, saya sedih banget dikatain gendut sama beberapa orang yang nggak bisa jaga mulutnya. terlebih waktu say nimbang, berat badan saya nak (lagi) makin sedihlah saya. saya juga marah besar dalam hati sama seorang teman kuliah berinisial P yang dengan sok taunya menuding bahwa saya putus dengan mantan saya karena si mantan yang ilfil karena saya yang gendut, buktinya pacarnya yang sekarang adalah perempuan kalem cantik tinggi semampai berkulit putih dan kuliah di jurusan yang lulus nanti bakal kerja di bank.

saya sedih, bukan sedih. nangis, kok ada orang yang setidak punya perasaan seperti P ini.


ah sudahlah, kalau dia berani dengan santai berlaku seenaknya seperti itu ke saya menuding saya seenaknya seperti itu, nanti kalau dia diperlakukan seenaknya oleh tuhan. saya nggak kaget.

saya yang sedih plus marah dalam hati ini lalu iyes iyes aja diajak oleh Bos Y ke workshop craft di daerah selatan Surabaya untuk menjajaki peluang kerjasama bla bla bla.

kemudian disana saya terpana, si crafter ini ternyata mempekerjakan mereka yang memiliki cacat. baik cacat fisik maupun mental. disana ada tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, dan yang terbanyak adalah tuna grahita.

tuna grahita adalah keterbelakangan mental, jadi yang dewasa hanya umurnya. sementara pola pikirnya adalah anak kecil. dari si crafter, saya mendapat kisah bahwa rata rata latar belakang para pegawainya ini berasal dari keluarga menengah keatas. sayangnya mereka "dibuang" oleh keluarganya karena cacat yang mereka alami.

mereka tidak bisa memilih takdirnya, tidak ada seorangpun yang ingin terlahir cacat. terlahir cacat saja sudah sakit, terlebih mendapat penolakan dari keluarga terdekat. yang paling meremas hati saya adalah para tuna grahita, menyesakkan rasanya terjebak di umur tiga puluhan dengan pola pikir persis anak sepuluh tahun, ditambah dengan lambatnya menerima informasi.

saya tidak kasihan dengan mereka, karena saya yakin tuhan pasti siapkan cerita indah untuk mereka. tapi sebagai sesama manusia, saya kagum dengan mereka yang tetap semangat menjalani hidup dan berbagi kepada sesamanya.

disana saya mengobrol, tertawa, dan bercanda dengan mereka. saya perlakukan mereka sama dengan manusia normal lain. awalnya mereka minder dengan saya, lama kelamaan mereka cair dengan saya. ketika itu saya merasa malu sekali dengan tuhan karena kesedihan dan kemarahan saya perkara saya yang dikatain gendut.

dari mereka saya diingatkan tuhan, bahwa dunia tidak sesempit hidup saya. dunia tidak hanya tentang kuliah, pekerjaan, dan masalah masalah saya. saya bersyukur masih memiliki keluarga yang selalu mendukung saya, orangtua yang disetiap telponya selalu berkata "kalau ada apa apa langsung bilang ke kita" . sementara diluar sana ada banyak mereka yang dukungan dari keluarga hanyalah sekedar mimpi.

dari mereka saya belajar bahwa hidup hanyalah tentang merubah mindset, tentang meyakini bahwa tuhan tak pernah salah. mungkin kita yang terlalu salah menangkap hikmah.

mungkin saya gendut, mungkin saya pantas ditinggalkan oleh mantan saya karena berat badan saya seperti kata si P. tapi saya yakin semua adalah tentang pilihan. saya boleh memilih untuk percaya apa kata si P. tapi saya juga berhak untuk percaya apa yang saya yakini. tentang mindset baru saya. tentang pilihan yang saya buat. toh masih ada jalan untuk menurunkan berat badan, meskipun tidak secara instan. tapi saya masih bisa berusaha merubah takdir saya. 

saya beruntung hanya diberi berat badan diatas normal oleh tuhan, bukan diberi kaki hanya satu.

sebelumnya saya menganggap kesempurnaan fisik adalah hal yang wajar, apalagi ditambah mereka yang (katanya) cacat mengemis di perempatan lampu merah memanfaatkan simpati demi sesuap nasi. saya merasa "yaudah sih biasa aja". tapi bertemu mereka yang dibekali kekurangan fatal mau bekerja dan legawa terhadap takdir tuhan sontak membuat saya super malu. bahwa saya adalah mahluk tuhan paling egois yang melihat dunia hanya dari sudut pandang diri sendiri.

jangan meratap berlebihan, apalagi jika masalahmu cuma perkara ditinggal pacar atau dimarahi dosen.





Surabaya, 4 Oktober 2015




Rifa Akhsan

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. terharu membaca tulisan ini, rifat yang bisa memaknai syukur. hentikan sebelnya. Ingat tentang "kewaspadaan" riffat dengan ucapan bertuah "mandi".

    ReplyDelete

pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)