Ukhti, Saya Nggak Suka Sama Model Jilbab (yang dapat sertifikat) Halal Itu, Trus Gimana Dong ?

By Riffat Akhsan - February 09, 2016


baru baru ini para ukhti dengan jilbab syar'i yang kalau jalan ke masjid kampus jibabnya berkibar ketika tertiup angin mengalahkan kibar bendera negeri ini mulai geger dengan adanya fenomena jilbab halal dimana gelatin yang terkandung dalam jilbab tersebut berasal dari tumbuhan, bukan dari gelatin babi.

banner besar dengan strong point kontennya adalah tanda tanya disertai tulisan "YAKIN HIJAB YANG KITA GUNAKAN HALAL ?" mulai muncul di sudut sudut jalan Surabaya, utamanya di perempatan lampu merah kalau saya mau berangkat ke kampus.

awalnya cuek, tapi lama lama gemes juga dengan banyaknya promo yang nangkring di sosial media baik emang adsense maupun testimoni personal yang mendukung kehalalan jilbab yang nggak bisa dimakan ini.

masalahnya saya nggak suka sama model jilbab halal ini (plis bedakan jilbab dan hijab, kalau nggak paham boleh tanya sama guru agama, bukan googling). model jilbab halal ini nggak cocok sama style saya yang masih nyaman nyaman saja berjilbab sebatas leher (atas dasar kerapian di kantor saya).

masalah yang lebih besar lagi, saya naksir Christian Dior Abayas yang cuma dijual di Dubai dan nggak ada diskon itu *elap aer mata pake jilbab halal*

serumit inikah menjadi akhwat kekinian ?

saya jadi berpikir, di jaman Rasul S.A.W. dulu apakah syaidati Aisyah, Khadijah, Fatimah (putri rasul), dan para istri khulafaur rasyidin sempat cek ke laboratorium untuk mengecek apakah gelatin dari kain hijab mereka merupakan gelatin babi atau tumbuhan sebelum memutuskan untuk memakainya ?

apakah lebih baik tidak berjilbab ketimbang berjilbab tapi jilbabnya mengandung gelatin babi ?

guru spiritual saya pernah bilang "tirulah teladan rasulullah semampumu"

Rasul tidak pernah memaksa jilbab kamu harus halal atau tidak, berhati hati boleh, tapi kalau menjadikan halal haram MUI sebagai salah satu teknik marketing kok ya kayaknya ada yang harus dibenerin otaknya disini.

mama saya yang dosen psikologi agama pernah bilang : beragama itu sistem keyakinan, jadilah insan beragama yang aul dan pluralis, bukan ala ala teroris.

saya hanya ingin menjadi muslimah yang jadul kekinian, mempertahankan hal baik di masa lalu, mengambil hal yang lebih baik di masa kini. saya merasa mampu saya berjilbab baru seperti ini : rapi, sopan, sebatas leher, dan (mungkin kain) jilbab saya mengandung gelatin babi.

karena saya mau dengan saya berjilbab saya jadi terhormat, bukan jadi bahan cibiran atau tertawaan.

sekian dulu opini saya tentang jilbab halal *kibas jilbab paris sepuluh ribuan*






Surabaya, 9 Februari 2016




Riffat Akhsan

  • Share:

You Might Also Like

8 comments

  1. Strategi marketing yang tak bijak, menurutku, mba :). Salam kenal

    ReplyDelete
  2. pasti konsumen sekarang sudah pada smart dan bijak dalam memilih produk mbak, slm hangat dari Kudus. Salam sukses selalu ya mbak

    ReplyDelete
  3. Jilbab halal itu nganu banget ya mbak. Tapi boleh jadi jilbab halal bisa jadi langkah pertama untuk dihalalin. Ya atau mungkin biar bisa bikin Hari Jilbab Halal Nasional, siapa tahu, kan? :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya sih nggak nunggu pake jilbab halal mas kalau mau dihalalin. masalahnya yang ngehalalin agamanya belom halal :(((

      Delete
  4. Sebenernya sih dengan sertifikat halal ini kita konsumen jadi lebih aman mbak, cuman sepertinya strategi marketingnya jd terlalu berlebihan shg muncul stigma bahwa jilbab lain tidak halal. Saya jg pernah menulis ttg ini, boleh dicek, terima kasih :)http://m.kompasiana.com/shaulasafira/jilbab-halal-perlukah_56bed85df096735005c8edc6

    ReplyDelete

pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)