Bahasa Beserta Baper yang Menyertainya

By Riffat Akhsan - July 20, 2016



saya tiba tiba teringat pengalaman saya terjun ke lapangan (dunia proyek konstruksi) untuk pertama kali sekitar tahun 2013. wah nggak kerasa sudah berjalan tiga tahun saya terjun sebagai tenaga professional di bidang ini.

waktu itu satu kantor cuekin saya, mereka masih belum yakin bahwa saya serius di bidang ini. dipikir saya cuma main main aja di salah satu perusahaan orang tua saya.

oh sungguh terlalu.

awal awal saya gabung, saya dianggap nggak ada, saya bengong di kantor selama tiga hari padahal kantor lagi hectic, di hari keempat akhirnya saya dikasih kerjaan ngitung struktur dan volume, jam setengah lima sore, tepat tiga puluh menit sebelum jam kantor bubar. kerjaan diminta selesai besok paginya jam 9 - 10 an. terpaksa saya harus lembur pelan pelan mengerjakan yang dimaksud.

keesokan harinya kerjaan saya dikoreksi dan salah semua, kemudian saya (baru) diajarin gimana cara ngitung yang benar sesuai standart kantor (bukan standar anak kuliahan) sambil dimaki maki.

saya masih ingat makian (saya lebih suka menganggap nasihat) yang dilontarkan atasan saya "KAMU TUH MASA NGITUNG PERHITUNGAN DASAR ALA ANAK SD AJA NGGAK BISA, YANG KAMU HITUNG INI KAN TERAPAN AJA.. KUNCINYA YA DI MATEMATIKA DASAR, KAMU NIH GIMANA SIH. BELAJAR MELOGIKA, BELAJAR UNTUK MENJEMBATANI TEORI DI PERKULIAHAN DENGAN KEADAAN DI LAPANGAN, LOGIKA TUH DIPAKE"

keesokan harinya setelah saya sukses mengerjakan tugas kantor dengan benar saya kemudian diajak untuk ikut survey pengukuran lahan, jangan bayangkan survey kami sore sore disaat matahari cerah ceria dengan suasana sejuk. saya stand by sama team udah dari kelar makan siang dan kami baru benar benar berangkat jam 2 siang disaat matahari lagi panas panasnya.

lokasi survey berada di semak semak yang sebagian merupakan rawa, senior saya memilih posisi pengukuran yang agak mending sementara saya jauh masuk ke dalam semak dan rawa sambil nenteng roll meter, pulpen dan kertas untuk menggambar posisi existing dan site plan.

pulang pulang badan saya gatel gatel luar biasa.

di lain kesempatan untuk pertama kalinya saya diajak ke proyek yang sudah selesai proses pematangan lahannya dan siap untuk dibangun. saya diajak untuk ngecek besi apakah sudah sesuai SNI atau belum, plus menghitung kebutuhan besi per section.

saya kagok pake jangka sorong, secara terakhir pake itu di lab fisika jaman SMA. di kampus seingat saya nggak ada ngukur ngukur besi pake jangka sorong karena di lab semua sudah sesuai standart.

lagi lagi saya dimaki "KAMU DULU BISA LULUS SMP GIMANA ? PAKE JANGKA SORONG AJA NGGAK BISA. NGGAK MUNGKIN DULU DI SMP NGGAK DIAJARIN"



ketika sudah berjalan setahun saya di kantor, saya kemudian mulai sering ke proyek untuk lihat metode pelaksanaan, udah bisa kalendering, counting pukulan pancang dan lain sebagainya.

satu hal yang saya perhatikan, ketika pengecoran seringkali sesama pekerja konstruksi berkata kasar satu sama lain, kosakata kebun binatang dan dunia lain menjadi hal yang tidak asing di telinga saya. nggak jarang saya juga kena damprat.

pengecoran merupakan salah satu momen paling menegangkan di proyek konstruksi karena ketika kami gagal cor maka bisa dipastikan seberapa besar kerugian waktu, uang, dan tenaga.

komunikasi di dunia konstruksi memang sekejam itu, disini kunci manajemen risiko keributan di proyek sangat dibutuhkan, cuaca yang sangat panas. pekerjaan yang mendekati deadline, tekanan dari banyak pihak, masalah di lapangan seringkali menjadi pemicu, mengerti bahasa, mengerti teknis, dan menyepakati tenggat adalah wajib hukumnya.

termasuk tidak baper (bawa perasaan) dengan kata kata kasar yang terjadi.

lain dunia konstruksi, lain dunia hospitality yang penuh kata kata manis.

di dunia ini (hospitality) kata kata kasar merupakan pertanda dan ajang baper karena menunjukkan citra diri.

saya masih ingat ketika saya terjun di dunia ini, seorang pelaku UMKM dengan valuasi puluhan juta per bulan hobby sekali nyinyir dan menyindir di status facebook miliknya karena ketidakmampuan ia mengelola manajemen emosi diri sendiri.

"salam jari tengah untuk si kembar, Riffat dan Rusma"

begitu ia pernah menulis di laman status facebook miliknya, status facebook yang mendapat likes dan komen puluhan dari pendukung seakan melegalkan tindakan bak pelaku konstruksi di dunia hospitality.

di lain kesempatan, sindir dan nyinyir keluar dari akun seorang doktor yang juga dosen perguruan tinggi ternama di  Surabaya.

di dunia informasi teknologi, pernah ada makian "kalau perusahaan ini nggak maju itu salah kamu". (setahu saya perusahaan nggak maju itu salah team, bukan salah satu atau dua orang)

di dunia sosial media lebih lucu lagi, acapkali tindakan cyber bullying menjadi lumrah dilakukan, tentu diiringi dengan kosakata kebun binatang.

saya jadi bertanya, ini bahasa yang salah atau saya yang baper ya ?

kadang ada perkara berbahasa yang pada tingkat tertentu menjadi dimaklumi seiring dengan situasi dan kondisi, namun pada kenyataan bermasyarakat kita cenderung difensif dengan mengkotak kotakkan sesuatu menurut sisi yang membuat kita terlihat benar.

"halah, gitu aja baper, LEMAH"

adalah salah satu ungkapan difensif karena ketidakmampuan mengatasi baper.

menurut saya baper karena bahasa atau perkataan itu bagus lho, kita jadi mengerti bagaimana harus mengelola perasaan dan memahami bahasa berdasar tingkatannya. dunia konstruksi dengan komunikasi kejamnya, okelah kita maklum dan nggak baper karena (setau pengalaman saya) setelah saling memaki dan tensi proyek sudah turun kami kembali tertawa bersama. namun saya rasa di dunia hospitality, informasi teknologi, dan sosial media. kok ya kurang pantes ngomong kasar begitu, karena hal ini berbeda dengan dunia konstruksi yang kemudian tertawa bersama, dunia ini berlanjut kepada bisik bisik dan saling menghasut serta menjatuhkan.

artinya kata kata kasar merupakan peringatan untuk "perang".

kecerdasan memahami bahasa, satu hal yang saya garisbawahi.

dunia konstruksi mencetak makhluk logika dengan kehati hatian tinggi, yang sayangnya kurang bisa menyampaikan maksud dengan sempurna karena kekurangan kemampuan untuk luwes dalam pergaulan bermasyarakat. jangan baper dengan makhluk ini, ntar rugi sendiri.

dunia hospitality, akademik, dan informasi teknologi. kata kata kasar beserta makian menjadi "sesuatu", disini baper harus banget karena akan membantu kita untuk menilik lagi tentang citra diri, situasi dan kondisi yang terjadi.

dunia berbahasa emang sawang sinawang, harus ada kemampuan manajemen baper dan manajemen emosi serta pengendalian diri yang baik, agar setidaknya kita mampu memahami apa makna tersirat yang sebenarnya mau disampaikan.

mungkin ada juga yang nyinyir dengan tulisan ini seraya berkata "lemah, baperan, gitu aja curhat di blog"

lha memangnya kamu tidak ?





Bontang, 20 Juli 2016



Riffat Akhsan

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)