beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seseorang yang sangat pelit, kikir, perhitungan, dan segala hal disandarkan pada untung rugi.
mudahnya jangan sampai mengambil keputusan menolong orang lain kalau itu tidak memberi keuntungan sama sekali. kalau terhitung tidak memberi keuntungan bagi dirinya maka lebih baik tidak usah menolong.
menjijikkan.
kemudian saya jadi berkaca apakah saya juga seperti itu ya ?
tapi kayaknya enggak deh.
dulu waktu jaman jaman ambisi saya masih menghujam kaki langit, segala hal selalu saya hitung. semuanya tentang saya bisa mendapatkan keuntungan dalam bentuk apa, kalau tidak kerugian apa yang akan saya tanggung ?
kemudian pelan pelan saya mulai mendewasa dan melihat segala sesuatu dengan lebih jernih. setelah berwaktu waktu dinasehatin oleh abah umi saya.
"hidup itu tentang keberkahan, berkah artinya memberi manfaat dan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain"
ternyata hidup tidak sematematis itu, saya punya tuhan yang tidak pernah salah menghitung kebaikan maupun keburukan. buat apa saya menghitung apa yang akan saya dapat bila saya memberi dan apa yang saya tanggung jika saya harus merugi di saat ada Dzat yang maha menjamin ?
saya tetap seorang risk taker yang konsekuen dengan setiap keputusan saya, masih seorang kapitalis yang selalu mencoba mencari dan memanfaatkan peluang bisnis.
tapi sekarang saya sadar, bahwa perhitungan untung rugi matematis kehidupan juga harus ada porsinya.
saya masih logis dong, kalau kurang perhitungan ntar kere kalau kelebihan jatohnya serakah ~
"buat apa menghitung sampai sakit kepala kalau pada akhirnya apa yang kamu lakukan tidak berkah ? malah menjadi sumber kesakitan lahir batin"
iya ya, kita hidup kan nggak makin gampang. ada saatnya usaha lesu, fisik ringkih, kalah oleh persaingan, tiba saat harus berhenti, dan penurunan semangat juang.
bukankah salah satu bentuk keberkahan, ketika kita butuh ada yang menolong dengan tulus ikhlas, ketika kita susah ada yang membantu memudahkan secara teknis, ketika kita mengalami kendala ada yang hadir sebagai solusi ?
ya, hidup ternyata tidak sematematis yang saya (dan mungkin kamu) rancang.
karena kita harus sadar, bahwa kita bukan pusat semesta ~
Samarinda, 1 Oktober 2016
Riffat Akhsan
0 comments
pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)