Pengalaman Kerja di Startup

pinterest
dua sampai tiga tahun terakhir perusahaan rintisan teknologi mencuri perhatian dengan style bekerja yang "beda".
sekitar tahun 2015 kesempatan untuk mencicipi bagaimana sih rasanya bekerja di startup datang dengan tawaran untuk menjadi editor untuk tiga orang copywriter. jadi tugas saya adalah menggali ide untuk membuat konten yang ciamik, menentukan apakah hasil copywriting para copywriter layak tayang atau tidak, serta mendistribusikan konten melalui channel channel yang ada.
keberadaan saya disana adalah untuk "membantu" agar kedepan copywriter yang ada sudah bisa mengerti standar konten yang layak tayang seperti apa dan bagaimana membuat strategi distribusi konten yang mereka buat.
dengan janji bahwa saya tidak memiliki ikatan dengan perusahaan startup tersebut dan saya boleh resign kapanpun saya mau karena saya nggak bisa ninggalin dunia proyek konstruksi. si CEO yang merekrut saya karena (katanya) saya konsisten ngeblog dan konten saya tajam tentang pekerjaan setuju dengan syarat yang saya ajukan.
akhirnya saya setuju "bekerja" full time di perusahaan startup. sembilan bulan menjadi sejarah dalam hidup saya tentang di balik layar hingar bingar ledakan teknologi dan ekonomi digital.
perusahaan startup menuntut kamu untuk multi tasking
awalnya saya pikir saya hanyalah konten editor dan channel distributor, oh ternyata saya juga merangkap sebagai social media specialist dengan report engagement rate and optimization setiap minggu, merangkap pula sebagai press release creator, kadang kadang jadi admin social media juga, pokoknya karena saya menulis dan (sepertinya berbakat dalam ) menghasilkan tulisan yang layak tayang, kemampuan saya dieksplor habis habisan dengan multi task job. well ini kabar baik untuk memaksimalkan potensi diri saya karena keterbatasan anak kantor yang "hanya" sembilan orang satu kantor.
perusahaan startup memiliki jam kerja yang fleksibel
saya kuliah sambil bekerja, dengan jam masuk kantor fleksibel dan dengan kemajuan teknologi kami seringkali disatukan oleh software. rapat dengan aplikasi slack, teleconference dengan google hangout, kolaborasi create-edit-discussion dengan semua produk milik google spreadsheet, menyimpan file kantor dengan dropbox dan google drive, email yang terintegrasi satu sama lain, pokoknya jam kerja yang santai dan fleksibel bukan halangan dalam bekerja selama laptop, smartphone, dan koneksi internet ada dan bekerja dengan baik.
tidak ada seragam atau aturan berpakaian dalam bekerja si starup
demi membangun suasana yang "formal namun tidak kaku" perusahaan tempat saya bekerja waktu itu dan kebanyakan perusahaan startup diluar sana tidak menerapkan standar berpakaian yang baku ataupun mengharuskan para karyawannya memakai seragam. hal ini yang menjadi pembeda dan menjadi icon perusahaan teknologi karena jujur saya akui pakaian santai membuat mood bekerja bagus dan bikin saya lebih semangat.
sekitar tahun 2015 kesempatan untuk mencicipi bagaimana sih rasanya bekerja di startup datang dengan tawaran untuk menjadi editor untuk tiga orang copywriter. jadi tugas saya adalah menggali ide untuk membuat konten yang ciamik, menentukan apakah hasil copywriting para copywriter layak tayang atau tidak, serta mendistribusikan konten melalui channel channel yang ada.
keberadaan saya disana adalah untuk "membantu" agar kedepan copywriter yang ada sudah bisa mengerti standar konten yang layak tayang seperti apa dan bagaimana membuat strategi distribusi konten yang mereka buat.
dengan janji bahwa saya tidak memiliki ikatan dengan perusahaan startup tersebut dan saya boleh resign kapanpun saya mau karena saya nggak bisa ninggalin dunia proyek konstruksi. si CEO yang merekrut saya karena (katanya) saya konsisten ngeblog dan konten saya tajam tentang pekerjaan setuju dengan syarat yang saya ajukan.
akhirnya saya setuju "bekerja" full time di perusahaan startup. sembilan bulan menjadi sejarah dalam hidup saya tentang di balik layar hingar bingar ledakan teknologi dan ekonomi digital.
perusahaan startup menuntut kamu untuk multi tasking
awalnya saya pikir saya hanyalah konten editor dan channel distributor, oh ternyata saya juga merangkap sebagai social media specialist dengan report engagement rate and optimization setiap minggu, merangkap pula sebagai press release creator, kadang kadang jadi admin social media juga, pokoknya karena saya menulis dan (sepertinya berbakat dalam ) menghasilkan tulisan yang layak tayang, kemampuan saya dieksplor habis habisan dengan multi task job. well ini kabar baik untuk memaksimalkan potensi diri saya karena keterbatasan anak kantor yang "hanya" sembilan orang satu kantor.
perusahaan startup memiliki jam kerja yang fleksibel
saya kuliah sambil bekerja, dengan jam masuk kantor fleksibel dan dengan kemajuan teknologi kami seringkali disatukan oleh software. rapat dengan aplikasi slack, teleconference dengan google hangout, kolaborasi create-edit-discussion dengan semua produk milik google spreadsheet, menyimpan file kantor dengan dropbox dan google drive, email yang terintegrasi satu sama lain, pokoknya jam kerja yang santai dan fleksibel bukan halangan dalam bekerja selama laptop, smartphone, dan koneksi internet ada dan bekerja dengan baik.
tidak ada seragam atau aturan berpakaian dalam bekerja si starup
demi membangun suasana yang "formal namun tidak kaku" perusahaan tempat saya bekerja waktu itu dan kebanyakan perusahaan startup diluar sana tidak menerapkan standar berpakaian yang baku ataupun mengharuskan para karyawannya memakai seragam. hal ini yang menjadi pembeda dan menjadi icon perusahaan teknologi karena jujur saya akui pakaian santai membuat mood bekerja bagus dan bikin saya lebih semangat.
kapan lagi cobak kerja dengan outfit sesantai ini kalo nggak di perusahaan startup ?
membuka kesempatan bertemu orang baru dan hal baru
waktu itu kantor tempat saya bekerja menempati slot di sebuah coworking space, berada di lantai 7 sebuah gedung prestisius di sebelah barat Surabaya. konsep bekerja di coworking space adalah kolaborasi antar penghuni coworking space tersebut, nah penghuninya ini cenderung datang dan pergi jadi setiap bulan saya bertemu dengan mereka mereka dengan berbagai job desk untuk memberi masukan (dan bantuan) tentang pengembangan konten diluar pekerjaan. saya juga sharing dengan mereka atas kendala atau ketertarikan saya terhadap suatu pekerjaan. berkat kolaborasi itu sedikit sedikit saya tau lah tentang SEO, Blog Selling, web management, user interface, user experience, dan lain sebagainya.
karena cakupan perusahaan startup tempat saya bekerja cukup luas dan bersifat scalable, hal itu mentakdirkan saya bertemu dengan banyak sekali kesempatan bekerjasama dengan orang orang baru yang saya yakin nggak akan saya temui kalau saya tidak bekerja di perusahaan startup. misalnya saya pernah bekerja sama dengan anak anak ahensi, pengusaha kertas lipat, orang telkom, pengrajin sepatu rajut, head of business development salah satu vendor operating system komputer terbesar di dunia, event organizer, talent manager, head of community development salah satu media digital terbesar di Indonesia, fashion and food blogger, head of marketing salah satu marketplace dengan transaksi tertinggi di Indonesia, manager mall, reseacher di lembaga riset pasar, master of growth hacking, head of technology mesin pencari terbesar di dunia, para apps developer, para pelaku admob, selebtwit, walikota salah satu kota besar di Indonesia, pengusaha cafe, pengusaha franchise makanan, game developer, hingga head of marketing vendor laptop terbesar di dunia.
menjadi melek teknologi dan selalu up to date dengan perkembangan teknologi
karena interaksi dengan para pelaku teknologi dalam berbagai bidang, ya saya jadi tau isu isu terkini tentang teknologi baik yang baik maupun yang buruk. yang baik seperti si anu diakusisi sama si itu, si itu punya pilot project berupa bla bla bla, game nya si itu sudah dalam tahap beta release, si itu mau ngeluarin upgrade an baru, perusahaan anu mau nambah jaringan fiber optic ke daerah sana, dan sebagainya.
skandal dan berita buruk juga nggak luput dari pantauan kami (sengaja maupun nggak sengaja) seperti si anu perang harga sama si itu demi bla bla bla, si onoh akhir tahun ini bangkrut, si dia lagi pontang panting kesana kemari nyari seed funding kelar di PHP in sama group itu, si itu kehabisan dana karena CFO nya tengkar terus sama COO, pemerintah mau ngeluarin regulasi yang bikin si onoh pusing trus nggak pulang ke apartemennya sepanjang malam, CMO nya A dibajak sama startup B gegara ditawari saham sekian persen, si itu cuma cari perhatian sama si B doang padahal inovasi nggak ada, uang dari investor dipake sama CEO nya C buat beli ferrari terbaru, istrinya CEO B selingkuh sama youtuber yang punya bla bla bla dot com, dan sebagainya.
begitulah, kadang mata dan telinga teknologi lebih heboh dari ibu ibu kompleks gosip di tukang sayur.
kaburnya batasan antara yang nyata dan maya
karena teknologi yang menyatu dalam keseharian di pekerjaan dan di luar pekerjaan juga lah yang membuat semuanya menjadi kabur antara yang maya dan nyata. mereka yang saya temui di dunia nyata menjadi maya karena kesibukan sehingga hanya bisa terhubung melalui dunia maya. begitupun sebaliknya, teman teman yang saya kenal dan berinteraksi di dunia maya acapkali hadir di dunia nyata saya dan sampai hari ini bersahabat baik dengan saya. banyak juga yang seperti berkepribadian ganda, di dunia maya jauh berbeda dengan dunia nyata, begitupun sebaliknya.
tidak memiliki libur
karena sifat teknologi yang selalu on line, on call, dan on notification, membuat saya tidak memiliki libur karena terdistraksi oleh mudahnya komunikasi dan interaksi. ditambah dengan sifat workaholic yang saya miliki, ini semakin memperparah keadaan. adaaaa aja hal yang mengganggu hari libur saya, entah itu karena diri saya sendiri atau karena orang lain.
mobilitas tinggi
selalu berpindah tempat memang baik agar tidak jenuh, namun keharusan untuk selalu berpindah tempat tanpa kompromi apalagi ketika pekerjaan di suatu tempat belum selesai dan harus segera berpindah tempat untuk pekerjaan selanjutnya ditambah dengan keterbatasan personil membuat saya sangat frustasi karena pekerjaan separo jalan dan tumpang tindih. skala prioritas dianggap nggak mempan karena semua menuntut segera dengan target tinggi dan deadline mepet. that's so ridiculous.
ego anak muda yang tinggi
rata rata kan perusahaan teknologi ini berangkat dari what problem do you solve sehingga idealisme memberi solusi yang berujung pada imbalan menjadi tonggak prinsip perusahaan. mudahnya, perusahaan teknologi bukan perusahaan yang pure business yang menempatkan strategi mendapatkan profit rasional dengan cara yang logis sebagai tiang perusahaan. disamping terobosan ala ala muncul dari anak muda dengan semangat membara dan keinginan kuat namun kurang berani secara real berhadapan dengan risiko. karena memang manajemen risiko terlupakan karena semangat memberi solusi ini (ya fakta kelam para mentor startup, mereka mempersiapkan pesertanya untuk sukses tanpa membekali dengan bagaimana manajemen risiko yang baik untuk antisipasi kegagalan/kerugian).
semangat tanpa batas dan kebanggaan memberikan solusi membawa para pelaku bisnis startup memiliki ego membumbung tinggi ke angkasa tanpa ada orang dewasa yang dituakan untuk menengahi, bertengkar menjadi hal yang biasa dan wajar. namun bertengkar untuk hal yang sama secara terus menerus tanpa ada solusi dan kesepakatan bersama ? hal ini yang sering terjadi di perusahaan startup. setidaknya dari apa yang saya saksikan dan apa yang saya dengar dan lihat dari sesama karyawan startup.
gaji yang ya-gitu-deh
walau bagaimanapun, perusahaan startup ada perusahaan rintisan yang modalnya rata rata dari kantong sendiri, hadiah dari menang lomba akibat presentasi ciamik dari business plan yang masih dalam tahap coba coba, atau durian runtuh dari pendanaan investor yang sebenarnya adalah hutang.
artinya, perusahaan startup tidak mapan secara finansial. gagasan gagasan hebat berbiaya berujung pada dua hal : eksekusi tanggung karena minim budget atau tidak dieksekusi karena menyelamatkan finansial perusahaan. kembali ke manajemen risiko dalam mengambil keputusan ekspansi untuk kemajuan perusahaan tidak dimiliki dalam rata rata perusahaan startup.
hal ini berimbas kepada gaji yang ya-gitu-deh.
akhir kata, perusahaan startup bagus untuk mengeksplorasi potensi diri yang kamu punya, mencari pengalaman baru, dan belajar untuk memahami bagaimana sebuah bisnis teknologi berjalan. tapi kayaknya kurang disarankan untuk kamu yang mau sejahtera.
saran saya kalau kamu beneran mau kerja di perusahaan startup dengan harapan akan sejahtera, mungkin bisa coba bekerja di perusahaan yang at least sudah established 5 tahunan lah ya. tanpa melupakan prinsip manajemen risiko, semua pilihan ada di tangan kamu.
jadi, masih mau bekerja di startup ?
Samarinda, 25 Maret 2017
Riffat Akhsan
waktu itu kantor tempat saya bekerja menempati slot di sebuah coworking space, berada di lantai 7 sebuah gedung prestisius di sebelah barat Surabaya. konsep bekerja di coworking space adalah kolaborasi antar penghuni coworking space tersebut, nah penghuninya ini cenderung datang dan pergi jadi setiap bulan saya bertemu dengan mereka mereka dengan berbagai job desk untuk memberi masukan (dan bantuan) tentang pengembangan konten diluar pekerjaan. saya juga sharing dengan mereka atas kendala atau ketertarikan saya terhadap suatu pekerjaan. berkat kolaborasi itu sedikit sedikit saya tau lah tentang SEO, Blog Selling, web management, user interface, user experience, dan lain sebagainya.
karena cakupan perusahaan startup tempat saya bekerja cukup luas dan bersifat scalable, hal itu mentakdirkan saya bertemu dengan banyak sekali kesempatan bekerjasama dengan orang orang baru yang saya yakin nggak akan saya temui kalau saya tidak bekerja di perusahaan startup. misalnya saya pernah bekerja sama dengan anak anak ahensi, pengusaha kertas lipat, orang telkom, pengrajin sepatu rajut, head of business development salah satu vendor operating system komputer terbesar di dunia, event organizer, talent manager, head of community development salah satu media digital terbesar di Indonesia, fashion and food blogger, head of marketing salah satu marketplace dengan transaksi tertinggi di Indonesia, manager mall, reseacher di lembaga riset pasar, master of growth hacking, head of technology mesin pencari terbesar di dunia, para apps developer, para pelaku admob, selebtwit, walikota salah satu kota besar di Indonesia, pengusaha cafe, pengusaha franchise makanan, game developer, hingga head of marketing vendor laptop terbesar di dunia.
menjadi melek teknologi dan selalu up to date dengan perkembangan teknologi
karena interaksi dengan para pelaku teknologi dalam berbagai bidang, ya saya jadi tau isu isu terkini tentang teknologi baik yang baik maupun yang buruk. yang baik seperti si anu diakusisi sama si itu, si itu punya pilot project berupa bla bla bla, game nya si itu sudah dalam tahap beta release, si itu mau ngeluarin upgrade an baru, perusahaan anu mau nambah jaringan fiber optic ke daerah sana, dan sebagainya.
skandal dan berita buruk juga nggak luput dari pantauan kami (sengaja maupun nggak sengaja) seperti si anu perang harga sama si itu demi bla bla bla, si onoh akhir tahun ini bangkrut, si dia lagi pontang panting kesana kemari nyari seed funding kelar di PHP in sama group itu, si itu kehabisan dana karena CFO nya tengkar terus sama COO, pemerintah mau ngeluarin regulasi yang bikin si onoh pusing trus nggak pulang ke apartemennya sepanjang malam, CMO nya A dibajak sama startup B gegara ditawari saham sekian persen, si itu cuma cari perhatian sama si B doang padahal inovasi nggak ada, uang dari investor dipake sama CEO nya C buat beli ferrari terbaru, istrinya CEO B selingkuh sama youtuber yang punya bla bla bla dot com, dan sebagainya.
begitulah, kadang mata dan telinga teknologi lebih heboh dari ibu ibu kompleks gosip di tukang sayur.
kaburnya batasan antara yang nyata dan maya
karena teknologi yang menyatu dalam keseharian di pekerjaan dan di luar pekerjaan juga lah yang membuat semuanya menjadi kabur antara yang maya dan nyata. mereka yang saya temui di dunia nyata menjadi maya karena kesibukan sehingga hanya bisa terhubung melalui dunia maya. begitupun sebaliknya, teman teman yang saya kenal dan berinteraksi di dunia maya acapkali hadir di dunia nyata saya dan sampai hari ini bersahabat baik dengan saya. banyak juga yang seperti berkepribadian ganda, di dunia maya jauh berbeda dengan dunia nyata, begitupun sebaliknya.
tidak memiliki libur
karena sifat teknologi yang selalu on line, on call, dan on notification, membuat saya tidak memiliki libur karena terdistraksi oleh mudahnya komunikasi dan interaksi. ditambah dengan sifat workaholic yang saya miliki, ini semakin memperparah keadaan. adaaaa aja hal yang mengganggu hari libur saya, entah itu karena diri saya sendiri atau karena orang lain.
mobilitas tinggi
selalu berpindah tempat memang baik agar tidak jenuh, namun keharusan untuk selalu berpindah tempat tanpa kompromi apalagi ketika pekerjaan di suatu tempat belum selesai dan harus segera berpindah tempat untuk pekerjaan selanjutnya ditambah dengan keterbatasan personil membuat saya sangat frustasi karena pekerjaan separo jalan dan tumpang tindih. skala prioritas dianggap nggak mempan karena semua menuntut segera dengan target tinggi dan deadline mepet. that's so ridiculous.
ego anak muda yang tinggi
rata rata kan perusahaan teknologi ini berangkat dari what problem do you solve sehingga idealisme memberi solusi yang berujung pada imbalan menjadi tonggak prinsip perusahaan. mudahnya, perusahaan teknologi bukan perusahaan yang pure business yang menempatkan strategi mendapatkan profit rasional dengan cara yang logis sebagai tiang perusahaan. disamping terobosan ala ala muncul dari anak muda dengan semangat membara dan keinginan kuat namun kurang berani secara real berhadapan dengan risiko. karena memang manajemen risiko terlupakan karena semangat memberi solusi ini (ya fakta kelam para mentor startup, mereka mempersiapkan pesertanya untuk sukses tanpa membekali dengan bagaimana manajemen risiko yang baik untuk antisipasi kegagalan/kerugian).
semangat tanpa batas dan kebanggaan memberikan solusi membawa para pelaku bisnis startup memiliki ego membumbung tinggi ke angkasa tanpa ada orang dewasa yang dituakan untuk menengahi, bertengkar menjadi hal yang biasa dan wajar. namun bertengkar untuk hal yang sama secara terus menerus tanpa ada solusi dan kesepakatan bersama ? hal ini yang sering terjadi di perusahaan startup. setidaknya dari apa yang saya saksikan dan apa yang saya dengar dan lihat dari sesama karyawan startup.
gaji yang ya-gitu-deh
walau bagaimanapun, perusahaan startup ada perusahaan rintisan yang modalnya rata rata dari kantong sendiri, hadiah dari menang lomba akibat presentasi ciamik dari business plan yang masih dalam tahap coba coba, atau durian runtuh dari pendanaan investor yang sebenarnya adalah hutang.
artinya, perusahaan startup tidak mapan secara finansial. gagasan gagasan hebat berbiaya berujung pada dua hal : eksekusi tanggung karena minim budget atau tidak dieksekusi karena menyelamatkan finansial perusahaan. kembali ke manajemen risiko dalam mengambil keputusan ekspansi untuk kemajuan perusahaan tidak dimiliki dalam rata rata perusahaan startup.
hal ini berimbas kepada gaji yang ya-gitu-deh.
akhir kata, perusahaan startup bagus untuk mengeksplorasi potensi diri yang kamu punya, mencari pengalaman baru, dan belajar untuk memahami bagaimana sebuah bisnis teknologi berjalan. tapi kayaknya kurang disarankan untuk kamu yang mau sejahtera.
saran saya kalau kamu beneran mau kerja di perusahaan startup dengan harapan akan sejahtera, mungkin bisa coba bekerja di perusahaan yang at least sudah established 5 tahunan lah ya. tanpa melupakan prinsip manajemen risiko, semua pilihan ada di tangan kamu.
jadi, masih mau bekerja di startup ?
Samarinda, 25 Maret 2017
Riffat Akhsan
1 comments
thank for your information, good job. cheers
ReplyDeletepembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)