Hal yang Saya Lakukan Sebelum Umur 30 : Belajar Bahasa Baru
Rasulullah S.A.W pernah bersabda "tuntutlah ilmu sampai ke negeri china - utlubul 'ilmu min siin"
di Surabaya dulu saya nggak pernah punya kesempatan untuk belajar bahasa baru, belajar bahasa Arab di pondok nggak masuk hitungan ya karena saya give up sama nahwu shorof. sodara kembar saya cukup tertarik dengan bahasa Jepang tapi saya ? saya nggak cukup tertarik dengan bahasa apapun di luar bahasa inggris. even bahasa frongse atau jerman pun (yang menjanjikan sekolah gratis di sana) saya juga nggak tertarik.
diluar fakta toilet yang naudzubillah, saya jatuh cinta dengan negeri tirai bambu. saya cinta dengan budayanya, bahasanya, infrastrukturnya, makanannya, dan lain - lainnya selain toiletnya lah pokoknya.
saya lupa kapan kecintaan saya dengan yang berbau bau mandarin ini berawal. namanya juga jatuh cinta, tiba - tiba cinta aja gitu. tapi mungkin kalau boleh saya katakan cinta ini berawal dari ; saya melihat kerja keras dan keberanian mengambil risiko.
awalnya nggak ada kepikiran buat belajar bahasa mandarin. selain karena nggak ada akses di Surabaya untuk saya, (karena di Surabaya minat saya lebih ke digital content gitu) saya juga ngerasa kemampuan saya nggak nyampe lah untuk bisa bahasa mandarin.
awalnya nggak ada kepikiran buat belajar bahasa mandarin. selain karena nggak ada akses di Surabaya untuk saya, (karena di Surabaya minat saya lebih ke digital content gitu) saya juga ngerasa kemampuan saya nggak nyampe lah untuk bisa bahasa mandarin.
trus saya termotivasi sama salah satu pemain tunggal putra Denmark, Viktor Axelsen. si Viktor ini konsisten banget belajar bahasa mandarin sampai tahun ini dia udah sampai di level native speaker dan mulai sering diundang buat liga liga nasional di China.
pindah ke Samarinda, saya direkomendasikan oleh ayahnya teman saya untuk ke sebuah yayasan sosial yang punya program pembelajaran bahasa mandarin. singkat cerita saya kemudian bergabung di kelas tersebut.
Lao Tze saya adalah seorang ibu muda awal 30 an lulusan universitas negeri di Guangzhou jurusan pengajaran bahasa mandarin. beliau adalah penerima beasiswa bilateral pemerintah Indonesia - China. Lao Tze adalah seseorang yang passionnya memang mengajar, beliau begitu bersemangat dalam setiap kelas yang kami ikuti.
pindah ke Samarinda, saya direkomendasikan oleh ayahnya teman saya untuk ke sebuah yayasan sosial yang punya program pembelajaran bahasa mandarin. singkat cerita saya kemudian bergabung di kelas tersebut.
Lao Tze saya adalah seorang ibu muda awal 30 an lulusan universitas negeri di Guangzhou jurusan pengajaran bahasa mandarin. beliau adalah penerima beasiswa bilateral pemerintah Indonesia - China. Lao Tze adalah seseorang yang passionnya memang mengajar, beliau begitu bersemangat dalam setiap kelas yang kami ikuti.
dari beliau saya banyak belajar tentang banyak hal, tentang kehidupan, tentang bisnis, tentang parenting (sometimes), tentang pandangan tentang bagaimana bertahan menjadi minoritas (karena saya juga menjadi minoritas dalam beberapa situasi), dan banyak hal lain diluar bahasa mandarin itu sendiri.
pada intinya, bahasa mandarin itu kayak bahasa Indonesia. murni kata per kata. bukan kayak bahasa inggris dengan aturan tenses apalagi bahasa Arab dengan segala kerumitan nahwu shorof nya. penting untuk kita paham pinyin nya duluan. sisanya vocab aja.
tentang huruf kanji, mereka memang sulit. tapi kalau sering latihan menulis lama - lama kerasa kok kalau pola hurufnya begitu - begitu aja.
kalau kata Lao Tze saya sih kalau fokus ke huruf kanji ya progress bisa bahasa mandarin nya bakal lambat. lebih baik fokus ke speaking.
satu hal yang unik, bahasa mandarin ini nggak bisa dipelajari tanpa guru. karena banyak pengucapan yang sama namun hurufnya berbeda. seperti vocab - vocab yang pinyin nya berawalan huruf Z,X,S,Q,C, itu pengucapannya hampir mirip "C" semua. trus ada intonasi nada - nada gitu. beda nada bisa beda arti.
proses belajar bahasa mandarin ini kayak belajar ngaji, pertama harus paham huruf hijaiyah, trus harokat, trus tajwid. bedanya kalau di bahasa mandarin prosesnya paham pinyin, nada, berani ngomong, paham arti, terakhir baru ngerti huruf kanji.
diluar itu bahasa mandarin ini mengajarkan konsistensi, kesabaran, dan kerja keras. gimana kita bisa berproses bersama waktu. gimana kita bisa bertahan di rumitnya sebuah bahasa.
teman - teman saya udah banyak banget yang muntaber (mundur tanpa berita) karena nggak kuat untuk tetap konsisten di kelas ini. beberapa mundur karena menganggap bahasa ini susah dan nggak penting untuk dipelajari.
well, kalau menurut saya sih bahasa mandarin ini penting banget setelah bahasa Inggris. karena kiblat bisnis dan teknologi dunia bakal berpusat di China. negara ini juga makin kesini makin banyak menerbitkan jurnal tentang infrastruktur yang inovatif (lihat aja sekarang mana negara dengan infrastruktur teknik sipil paling masif).
yah, at the end saya hanya mencoba untuk mengamalkan hadist Rasulullah.
jadi, bahasa baru apa yang kamu pelajari sebagai bagian dari aktualisasi diri mu ?
Samarinda, 21 Oktober 2018
Riffat Akhsan, yang bersyukur ada satu lagi resolution unlock di list "things I must do before 30".
0 comments
pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)